Pages

Rabu, 26 Juni 2013

Butterfight



Bingkai paras elok itu semakin menegang. Desau angin yang melewati, ia abaikan begitu saja. Membuat kumpulan udara itu marah dan mengoyak mahkota kepalanya yang menawan. Namun Nyma tak peduli. Ia hanya ingat sedang menatap tajam seorang pemuda paling tampan yang pernah ditemuinya, bahkan dicintainya. Yang ditangannya tergenggam sebentuk kepompong yang Nyma kenali sebagai miliknya. Tempat ia akan lahir dengan sejuta keindahan dan pesona.

“Kau sungguh-sungguh akan membinasakanku, hah?” pemuda bernama Natra itu tersenyum mengejek. Menahan perih akibat luka dari tatapan Nyma, musuh sekaligus gadis pujaannya. 

“Kau membunuh saudara kembarku” Nyma mempertajam tatapannya, menorehkan beberapa luka baru pada tubuh tegap Natra. Tatapan dendam kesumatnya kini lebih kuat dibanding tatapan cintanya.

“Harus kulakukan. Nyra telah menampakkan wujudnya di depan manusia. Kau tau betul ia telah melanggar hukum”
“Dia ingin menolong anak yang sedang sekarat itu!” teriakan gadis cantik itu menghantam ulu hati Natra, yang mundur sempoyongan. Ia bisa saja melawan Nyma, gadis yang bahkan belum sempurna menjadi kupu-kupu. Namun lagi-lagi perasaannya kembali merajai, membuatnya rela disiksa begini.
“Memang...” Natra menatap kepompong di tangannya. Benda itu lantas berpendar ungu. Hal itu menyentak Nyma. Ungu? Tidak. Kepompong itu bukan miliknya. Itu milik.... Nyra!
Pandangan Nyma melunak. Kenapa? Bukankah Nyra sudah mati?
“Kami salah paham. Nyra melakukan hal yang benar. Dia tidak bersalah” Natra berkata dengan susah payah, tersenyum tulus untuk Nyma, “Aku kesini menemuimu, untuk menunjukkan bahwa aku tidak jadi mengeksekusinya”
Nyma berlutut. Apa yang telah ia lakukan?. Saat Natra kembali mengerang, Nyma tersadar. Ia berusaha berlari kearahnya, namun kilauan cahaya ungu memundurkan langkahnya. Nyra yang telah sempurna menjadi kupu-kupu muncul.
“Sudah terlambat Nyma. Natra sudah mati”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar