oleh: Ika Deka
Malam bergelayut
manja di ujung pagi. Sang rembulan pun tak nampak batang hidungnya. Senyap di
sekitar seakan semakin menggemakan sengalan gadis itu. Nafasnya berkejaran tak
tentu arah, membuat pemiliknya kerepotan sendiri mengantur lajunya. Bau anyir
di sekujur tubuhnya berhasil mengguncang hebat pertahanannya. Gadis itu
lunglai, menyandari papan kayu pembatas ruang tamu dan kamar tidurnya.
“Bagaimana ini?
Bagaimana?” racaunya pada diri sendiri, berharap ada seseorang atau entah
apapun yang akan menjawab. Namun kaget sendiri saat mendengar suaranya yang
parau, gemetar, tak bernada.
Sebuah pemikiran
lantas
memenuhi otaknya. Membuatnya mampu berdiri lagi dan bergegas menuju halaman belakang. Seketika pandangannya menyapu kubangan kecil yang bersinar ditingkahi cahaya rembulan. Ia telah muncul rupanya, baru saja melepaskan diri dari kungkungan awan pekat yang menyelimuti, dan mulai bersinar dengan bebasnya.
memenuhi otaknya. Membuatnya mampu berdiri lagi dan bergegas menuju halaman belakang. Seketika pandangannya menyapu kubangan kecil yang bersinar ditingkahi cahaya rembulan. Ia telah muncul rupanya, baru saja melepaskan diri dari kungkungan awan pekat yang menyelimuti, dan mulai bersinar dengan bebasnya.
“Sebentar lagi,
sebentar lagi aku juga akan segera bebas” senyum getir meluncur dari wajah
gadis itu. Jelas ia sedang berusaha menenangkan diri.
Pintu mengayun
tertutup. Membingkai jejak langkah sang gadis menuju sebuah ruangan. Ia
menyeret langkah beratnya, untuk kemudian mengerling dua buah benda dalam
genggamannya, pisau dan TALI tambang.
Segera ia seret
tubuh berat tak berpenghuni di kakinya, dan dengan susah payah menggantungnya
di kusen pintu depan.
Namun tiba-tiba
mata mayat itu terbuka lebar, merah, dan menggeram kearahnya.
Gadis itu
tersentak bangun. Nafasnya kian tersengal, memompa keringatnya untuk terus
keluar. Ayah tiri yang memperkosanya. Ayah tiri yang dibunuhnya. Hanya mimpi.
“Pak Rusdi BUNUH
DIRI?”
“Masa sih? Ngeri
amat..”
Gadis itu segera
keluar saat kegaduhan mulai terdengar. Namun siluet sang Ayah yang tergantung
di kusen pintu rumah menyambutnya. Ia hanya bisa TERPAKU. Ini semua jelas bukan
hanya mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar