Keira
menghenyakkan diri di jok
belakang mobilnya, menunggu Karina yang sejak tadi belum juga muncul dari rumah. Pasti dia
sedang diberi nasihat dan salam perpisahan. Padahal kan cuma mau ke sekolah. Keheranan Keira pun semakin memuncak
ketika yang biasa diperlakukan khusus seperti itu oleh Ayahnya hanya Karina dan
Kevin. Kalau Kevin sih masih wajar, karena dia baru enam tahun. Sedang Karina,
seperti halnya Keira yang sudah berusia enam
belas tahun. Mereka memang sama, bahkan persis. Itu karena mereka kembar, walau
dalam hitungan menit, Karina-lah yang
menjadi Kakak. Apa ini sejenis
pilih kasih? Karena Keira nyaris tak pernah diajak bicara Ayahnya setiap pagi!
“Maaf
ya, lama. Nyiapin sarapan buat Ayah
dan Kevin dulu. Kamu nggak makan?” kata Karina terengah-engah. Keira
menggeleng, mulutnya tertutup rapat. Dia benar-benar jengkel sekali. Namun sepertinya sejengkel apapun dirinya, tetap tidak
akan merubah keadaan.
“Oh
ya, tadi Ibu
bilang, dia malem ini pulang” Karina masih tampak kelelahan.
“Tumben!”
Keira tau, orangtuanya memang sangat sibuk, terutama Ibunya, yang selalu
berangkat subuh dan pulang tengah malam. Urusan usaha alasannya.
“Iya
sih, semoga aja weekend ini Ibu ada di rumah.”
Dan mobil pun melaju pelan ketika sudah mendekati
SMU 77.
Keira dan Karina memang sekelas,
tapi mereka jarang istirahat bareng. Karina biasa bergaul dengan Diva, cewek cantik
yang tinggi semampai bak seorang model. Sedang Keira selalu bertiga dengan sahabat-sahabatnya, Rea
dan Nat. Keira
memang mencoba menghindari saudara
kembarnya. Karena
ia selalu merasa dibanding-bandingkan bila bersama. Emang sih,
Karina lebih kalem, pinter, tapi kan
tetep aja nggak adil. Siapa juga yang
mau diperlakukan seperti itu?!
Katanya
sih, saudara kembar itu paling tidak memiliki selera atau perasaan yang sama.
Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk Keira dan Karina. Karena jelas
tidak ada yang sama dengan mereka kecuali memang wajah yang identik. Buktinya,
Karina tertarik terlibat dalam kegiatan OSIS. Sementara Keira, boro-boro OSIS,
ikut extrakurikuler aja nggak minat!. Jelas dong perbedaannya?
Dan
bagaimana dengan masalah cowok?. Keira sama sekali nggak merasa harus mengetahui
seperti apa tipe cowok saudaranya itu. Jelas karena mereka tidak pernah saling
curhat satu sama lain. Keira merasa lebih nyaman curhat pada Rea dan Nat saja.
“Yang keren dan paling nggak sombong ya cuma Leo,” mata
Keira berbinar-binar saat menyebut nama sang pujaan hati.
Sudah beberapa lama ini hatinya tertambat pada seorang
wakil ketua OSIS yang dikenalnya dari Diva, sahabat Karina yang juga merupakan
anggota OSIS. Leo salah satu Kakak kelas yang jauh dari sombong dan sama sekali
tidak jelek. Wajahnya sering mengingatkannya pada Jesper Hale, salah satu tokoh
dalam film Twilight Saga. Mungkin bedanya rambut Leo jelas lebih rapi. Ia
berjalan menuju kantin bersama kedua sahabatnya dengan wajah yang sumringah.
“Kalau yang keren kayak gitu biasanya udah laku lho Kei”
tanggap Rea saat Keira baru selesai memuji Leo habis-habisan. Dasar nih si Rea,
laku gimana sih, emangnya Leo itu panci yang baru dibeli ibu-ibu apa?!
“Belum kok belum. Leo masih seratus persen jomblo” kata
Natania, membuat hati Keira begitu lega. Namun Rea menatapnya dengan pandangan
yang seolah mengatakan, tau dari mana lo?
“Diva yang bilang. Dia kan anak OSIS dan deket sama Leo.
Jadi pasti akurat deh infonya” jelas Nat pada Rea yang hanya mengangguk.
Tapi, apa
pengaruhnya juga bagi Keira kalau Leo jomblo atau nggak, toh ia tetap tidak
akan pernah berani mengungkapkan perasaannya. Sedangkan mereka hanya sebatas
kenal sambil lalu saja, tidak benar-benar sedekat Diva barangkali. Apa Keira
harus masuk OSIS juga agar rasa naksirnya tersalurkan di jalan yang lebih
sesuai? Hihihi alasan yang sangat konyol dan tidak masuk akal untuk tiba-tiba
masuk OSIS.
“Eh,
eh, Leo tuh….” Kata Rea semangat, ketika
mereka baru saja mendaratkan kaki di kantin.
Serentak
mata ketiga cewek itu mengikuti langkah
sesosok cowok tinggi
dan berwajah ramah. Panjang umur nih cowok, baru juga diomongin, batin Keira seakan bergema.
Leo, wakil ketua OSIS yang juga tergabung
dalam klub sepak bola, kelas dua.
Keira memandangnya berjalan ke salah satu meja kantin
untuk bergabung dengan teman-teman seangkatannya. Semburat merah baru saja
memercik memenuhi kedua pipi Keira yang agak chubby itu. Jantungnya berdebar
seolah menyerukan nama Leo disetiap detakannya.
“Kedip
dikit dong, Kei..” kata Nat cekikikan.
“Apaan
sih, orang gue biasa aja kok.” Keira jadi
salah tingkah. Padahal saat itu ia hanya menghadapi punggung Leo saja.
“Yang
bilang lo melongo
waktu liat Leo tuh, siapa?” kata Rea keras banget, sampai Leo dan
temen-temennya pada nengok. Keira malu banget, tapi Leo malah senyum sama dia.
Keira
menunduk, mukanya makin memerah.
Rea norak! Bikin malu aja deh. Gimana kalau sampai Leo tau ternyata Keira
naksir berat sama dia?. Diam-diam Keira merencanakan menjitak kepala Rea nanti
di kelas.
***
“Selamat siang anak-anak, selamat datang disemester II ini. Was your holiday nice guys?” sapa Pak
Rizal, guru Bahasa Inggris Keira dikelas 10 B.
“Yes, Sir”
jawab anak-anak serentak, dan tentu saja yang menjawab paling lambat dan keras
selain Rea adalah Dio. Tuh anak emang konyol banget, dan menjadi salah satu
yang paling rame dikelas, selain kedua temannya, Fernand dan Doni. Sementara
Keira masih terbayang-bayang senyum menawan Leo padanya tadi, seolah... seolah ia
menyimpan perasaan khusus untuk Keira.
“Ok” Pak Rizal menghela nafas, “Now, come forward and tell me about your holiday” sambil menunjuk
depan kelas. Ia kelihatan berpikir.
“One by one”
sang guru pun mengerling seluruh kelas, pandangannya menyapu seluruh muridnya, dan
tiba-tiba saja kelas jadi berisik, dengungan keluhan dan nada protes terdengar
membahana. Apalagi Rea dan Keira yang Bahasa Inggris-nya pas-pasan, langsung
heboh sendiri.
“Sir, gimana
kalau two by two, Sir?” tanya Fernand
penuh harap.
“I don’t think so
Mr.Fernand, I........ “ saat itu pintu diketuk, Pak Rizal menghentikan
perkataanya, tepat saat seseorang muncul di balik pintu........
Bukan, bukan seseorang. Tapi sebuah keindahan. Keindahan
yang meluluhkan hati Keira. Membuatnya seketika membuang kecemasannya akan
pelajaran Bahasa Inggris. Membuatnya membuang kemampuannya untuk berkedip
bahkan bernafas.
“Permisi Pak, maaf mengganggu. Saya mau panggil Karina
sebentar Pak, ada urusan OSIS” Leo tampak sama tingginya dengan Pak Rizal. Ia mengangguk
dan menatap dalam wajah Karina dengan senyum.
Lalu atas persetujuan Guru Bahasa Inggris itu, mereka
berdua segera berlalu. Namun serentak setelah kepergian Leo dan Karina,
konsentrasi Keira buyar. Didepan kelas ia pun hanya bisa diam ketika maju untuk
menceritakan liburannya dalam Bahasa Inggris. Yang ada di pikirannya hanya Leo
saja. Satu-satunya kalimat Bahasa Inggris yang bisa diingatnya hanyalah ‘I love
you’, namun ia berusaha mati-matian untuk tidak mempermalukan dirinya dengan
mengungkapkannya. Akibatnya, Pak Rizal membebani mereka dengan setumpuk materi
dan PR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar