Pages

Jumat, 29 November 2013

Try



Keira menghenyakkan diri di jok belakang mobilnya, menunggu Karina yang sejak tadi belum juga muncul dari rumah. Pasti dia sedang diberi nasihat dan salam perpisahan. Padahal kan cuma mau ke sekolah. Keheranan Keira pun semakin memuncak ketika yang biasa diperlakukan khusus seperti itu oleh Ayahnya hanya Karina dan Kevin. Kalau Kevin sih masih wajar, karena dia baru enam tahun. Sedang Karina, seperti halnya Keira yang sudah berusia enam belas tahun. Mereka memang sama, bahkan persis. Itu karena mereka kembar, walau dalam hitungan menit, Karina-lah yang menjadi Kakak. Apa ini sejenis pilih kasih? Karena Keira nyaris tak pernah diajak bicara Ayahnya setiap pagi!

Pintu mobil menjeblak terbuka, dan Karina masuk. Sang sopir pun segera tancap gas.

“Maaf ya, lama. Nyiapin sarapan buat Ayah dan Kevin dulu. Kamu nggak makan?” kata Karina terengah-engah. Keira menggeleng, mulutnya tertutup rapat. Dia benar-benar jengkel sekali. Namun sepertinya sejengkel apapun dirinya, tetap tidak akan merubah keadaan.

“Oh ya, tadi Ibu bilang, dia malem ini pulang” Karina masih tampak kelelahan.

“Tumben!” Keira tau, orangtuanya memang sangat sibuk, terutama Ibunya, yang selalu berangkat subuh dan pulang tengah malam. Urusan usaha alasannya.

“Iya sih, semoga aja weekend ini Ibu ada di rumah.”

Dan mobil pun melaju pelan ketika sudah mendekati SMU 77.

            Keira dan Karina memang sekelas, tapi mereka jarang istirahat bareng. Karina biasa bergaul dengan Diva, cewek cantik yang tinggi semampai bak seorang model. Sedang Keira selalu bertiga dengan sahabat-sahabatnya, Rea dan Nat. Keira memang mencoba menghindari saudara kembarnya. Karena ia selalu merasa dibanding-bandingkan bila bersama. Emang sih, Karina lebih kalem, pinter, tapi kan tetep aja nggak adil. Siapa juga yang mau diperlakukan seperti itu?!

            Katanya sih, saudara kembar itu paling tidak memiliki selera atau perasaan yang sama. Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk Keira dan Karina. Karena jelas tidak ada yang sama dengan mereka kecuali memang wajah yang identik. Buktinya, Karina tertarik terlibat dalam kegiatan OSIS. Sementara Keira, boro-boro OSIS, ikut extrakurikuler aja nggak minat!. Jelas dong perbedaannya?

            Dan bagaimana dengan masalah cowok?. Keira sama sekali nggak merasa harus mengetahui seperti apa tipe cowok saudaranya itu. Jelas karena mereka tidak pernah saling curhat satu sama lain. Keira merasa lebih nyaman curhat pada Rea dan Nat saja.
“Yang keren dan paling nggak sombong ya cuma Leo,” mata Keira berbinar-binar saat menyebut nama sang pujaan hati. 

Sudah beberapa lama ini hatinya tertambat pada seorang wakil ketua OSIS yang dikenalnya dari Diva, sahabat Karina yang juga merupakan anggota OSIS. Leo salah satu Kakak kelas yang jauh dari sombong dan sama sekali tidak jelek. Wajahnya sering mengingatkannya pada Jesper Hale, salah satu tokoh dalam film Twilight Saga. Mungkin bedanya rambut Leo jelas lebih rapi. Ia berjalan menuju kantin bersama kedua sahabatnya dengan wajah yang sumringah. 

“Kalau yang keren kayak gitu biasanya udah laku lho Kei” tanggap Rea saat Keira baru selesai memuji Leo habis-habisan. Dasar nih si Rea, laku gimana sih, emangnya Leo itu panci yang baru dibeli ibu-ibu apa?!

“Belum kok belum. Leo masih seratus persen jomblo” kata Natania, membuat hati Keira begitu lega. Namun Rea menatapnya dengan pandangan yang seolah mengatakan, tau dari mana lo?

“Diva yang bilang. Dia kan anak OSIS dan deket sama Leo. Jadi pasti akurat deh infonya” jelas Nat pada Rea yang hanya mengangguk.

 Tapi, apa pengaruhnya juga bagi Keira kalau Leo jomblo atau nggak, toh ia tetap tidak akan pernah berani mengungkapkan perasaannya. Sedangkan mereka hanya sebatas kenal sambil lalu saja, tidak benar-benar sedekat Diva barangkali. Apa Keira harus masuk OSIS juga agar rasa naksirnya tersalurkan di jalan yang lebih sesuai? Hihihi alasan yang sangat konyol dan tidak masuk akal untuk tiba-tiba masuk OSIS. 

“Eh, eh, Leo tuh….” Kata Rea semangat, ketika mereka baru saja mendaratkan kaki di kantin. 

Serentak mata ketiga cewek itu mengikuti langkah sesosok cowok tinggi dan berwajah ramah. Panjang umur nih cowok, baru juga diomongin, batin Keira seakan bergema. Leo, wakil ketua OSIS yang juga tergabung dalam klub sepak bola, kelas dua.
 
Keira memandangnya berjalan ke salah satu meja kantin untuk bergabung dengan teman-teman seangkatannya. Semburat merah baru saja memercik memenuhi kedua pipi Keira yang agak chubby itu. Jantungnya berdebar seolah menyerukan nama Leo disetiap detakannya.

“Kedip dikit dong, Kei..” kata Nat cekikikan.
 
“Apaan sih, orang gue biasa aja kok.” Keira jadi salah tingkah. Padahal saat itu ia hanya menghadapi punggung Leo saja. 

“Yang bilang lo melongo waktu liat Leo tuh, siapa?” kata Rea keras banget, sampai Leo  dan temen-temennya pada nengok. Keira malu banget, tapi Leo malah senyum sama dia.

            Keira menunduk, mukanya makin memerah. Rea norak! Bikin malu aja deh. Gimana kalau sampai Leo tau ternyata Keira naksir berat sama dia?. Diam-diam Keira merencanakan menjitak kepala Rea nanti di kelas.

                                                                             ***

“Selamat siang anak-anak, selamat datang disemester II ini. Was your holiday nice guys?” sapa Pak Rizal, guru Bahasa Inggris Keira dikelas 10 B.

   Yes, Sir” jawab anak-anak serentak, dan tentu saja yang menjawab paling lambat dan keras selain Rea adalah Dio. Tuh anak emang konyol banget, dan menjadi salah satu yang paling rame dikelas, selain kedua temannya, Fernand dan Doni. Sementara Keira masih terbayang-bayang senyum menawan Leo padanya tadi, seolah... seolah ia menyimpan perasaan khusus untuk Keira.

“Ok” Pak Rizal menghela nafas, “Now, come forward and tell me about your holiday” sambil menunjuk depan kelas. Ia kelihatan berpikir. 

One by one” sang guru pun mengerling seluruh kelas, pandangannya menyapu seluruh muridnya, dan tiba-tiba saja kelas jadi berisik, dengungan keluhan dan nada protes terdengar membahana. Apalagi Rea dan Keira yang Bahasa Inggris-nya pas-pasan, langsung heboh sendiri.

Sir, gimana kalau two by two, Sir?” tanya Fernand penuh harap.

I don’t think so Mr.Fernand, I........ “ saat itu pintu diketuk, Pak Rizal menghentikan perkataanya, tepat saat seseorang muncul di balik pintu........

Bukan, bukan seseorang. Tapi sebuah keindahan. Keindahan yang meluluhkan hati Keira. Membuatnya seketika membuang kecemasannya akan pelajaran Bahasa Inggris. Membuatnya membuang kemampuannya untuk berkedip bahkan bernafas. 

“Permisi Pak, maaf mengganggu. Saya mau panggil Karina sebentar Pak, ada urusan OSIS” Leo tampak sama tingginya dengan Pak Rizal. Ia mengangguk dan menatap dalam wajah Karina dengan senyum. 

Lalu atas persetujuan Guru Bahasa Inggris itu, mereka berdua segera berlalu. Namun serentak setelah kepergian Leo dan Karina, konsentrasi Keira buyar. Didepan kelas ia pun hanya bisa diam ketika maju untuk menceritakan liburannya dalam Bahasa Inggris. Yang ada di pikirannya hanya Leo saja. Satu-satunya kalimat Bahasa Inggris yang bisa diingatnya hanyalah ‘I love you’, namun ia berusaha mati-matian untuk tidak mempermalukan dirinya dengan mengungkapkannya. Akibatnya, Pak Rizal membebani mereka dengan setumpuk materi dan PR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar